Kapan Prinsip Hardship Digunakan

kapan Prinsip Hardship Digunakan? Ketika kedua bela pihak sudah meneken kontrak, itu artinya kesepakatan sudah terjadi dan harus di jalankan. Hanya saja, dalam perjalanannya muncul ragam persoalan hingga berada dalam situasi yang sulit. Alhasil, salah satu pihak sulit menjalankan kontraknya.

 

Keadaan seperti ini yang di sebut hardship atau dalam bahasa Indonesia di sebut juga sebagai keadaan sulit, bisa juga di  artikan sebagai ‘kesulitan’ ataupun beban. Lantas kapan prinsip hardship di gunakan? Bisa anda pakai dalam hal apa saja dan apakah ada kriteria kasus tertentu baru bisa menerapkan prinsip hardship?

 

Lantas kapan prinsip hardship digunakan | kapan Prinsip Hardship Digunakan

PERSOALAN PRINSIP HARDSHIP DIGUNAKAN

Membahas persoalan hardship, maka kita bisa flashback melihat kasus yang terjadi di tahun 1993 silam. Dalam kasus yang terjadi di Italia itu, pengadilan memutuskan perkara kontrak perdagangan besi krom yang melibatkan pihak yang bernama Nouva Fucinati dengan Fondmetall Intrenational A.B.

 

Kasus ini berawal dari saat Nouva sebagai pihak yang menjual menolak melaksanakan kontrak yang sudah di buatnya bersama Fondmetall sebagai pembeli. Alasan penolakan Nouva karena harga besi krom yang naik di pasar dunia, sehingga dalm diri sebagai penjual kesulitan melaksanakan kontrak yang sudah di buat sebelumnya.

 

CISG ITU APA

Karena kedua kubu tidak menemukan jalan keluar, maka Nouva mengajukan permohonan ke pengadilan Italia agar memutuskan kontrak perdagangan keduanya dengan alasan penangguhan beban yang di anggap cukup belebihan. Hanya saja, hasil putusan pengadilan Italia memutuskan bahwa adanya perubahan keadaan yang tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya, tetap membuat Nouva harus tetap bertanggung jawab.

 

Hakim memutus membatalkan kontrak, tetapi pihak Novia tetap harus membayarkan ganti rugi. Alasan pengadilan memberikan putusan ini karena menggunakan CISG tahun 1988 pasal 79. Dalam Convention on International Sales of Goods (CISG) menyebutkan bahwa tidak bisa membebaskan salah satu pihak dari kewajiban yang sudah di buat dalam kontrak, meskipun sebenarnya dalam pelaksanaan kontrak tersebut tidak mungkin di lakukan.

  Penetapan Terduga Pelaku Kejahatan

 

PERSOALAN KAPAN PRINSIP HARDSHIP DIGUNAKAN

PENGGUNAAN PRINSIP HARDSHIP DALAM KONTRAK

Penggunaan prinsip hardship dalam kontrak apabila pelaksanaan kontrak di anggap memberatkan salah satu pihak. Pasalnya, pihak tersebut tunduk pada ketentuan yang sudah di atur dalam hardship. Seperti yang sudah di atur dala pasal 6.2.1 UPICC atau Unidroit Principles of International Commercial Contracts.

 

Sementara itu, istilah hardship sebenarnya di pilih karena sudah di kenal luas di pakai dalam berbagai bentuk perdagangan internasional. Lalu kemudian di kuatkan dengan hardship clauses yang ada dalam berbagai kontrak internasional.

 

PENGGUNAAN PRINSIP HARDSHIP DALAM KONTRAK

KETENTUAN DALAM (UPICC)

Adapun ketentuan dalam UPICC yang harus anda penuhi dalam ketentuan hardship yaitu ada dua poin:

  • Adanya sifat kontrak yang sifatnya mengikat sebagai aturan umum. Tujuannya, tentu mempertegas bahwa kontrak yang sudah di buat adalah mengikat agar di laksanakan asal di anggap memungkinkan, tetapi tidak memperhatikan beban yang harus di pikul pihak yang mekaksanakan kontrak tersebut

 

Itu artinya, meski salah satu pihak mengalami kerugian ataupun tidak ada artinya bagi pihak lain. Maka kontrak yang sudah di buat tetap harus di hormati.

  • Adanya perubahan situasi yang relevan hanya berlaku jika ada kaitannya dengan kontrak-kontrak tertentu yang pelaksanaannya belum di lakukan atau dalam artian masih berlaku dan sifatnya jangka panjang.

 

HARDSHIP DALAM KONTRAK ( MENURUT AGUS YUDHA HERNOKO)

Hanya saja, kata Agus Yudha Hernoko, sebagaimana di kutip dari laman hukum online menyebutkan bahwa, sifat kontrak yang memiliki sifat mengikat sebenarnya tidaklah absolut. Terlebih jika penyebabnya karena adanya keadaan yang menimbulkan perubahan mendasar dari kesimbangan kontrak yang sudah di buat. Karena itu, keadaan ini menjadi situasi yang mendapat pengecualian seperti yang ada dalam prinsip-prinsip sebagai hardship.

 

Sementara itu penjelasan soal hardship juga dapat di lihat dalam pasal 6.2.2 UPICC yang mengatakan bahwa hardship merupakan peristiwa yang secara mendasar atau fundamental menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan kontrak yang sudah di buat sebelumnya. Penyebabnya karena biaya pelaksanaan kontrak yang mengalami peningkatan tinggi ataupun nilai dari pelaksanaan kontrak bagi yang menerima mengalami penurunan.

  Sertifikat Tanah Yang Sah Harus Cek Di BPN | Reformasi Tanah

 

Adapun ketentuan dalam UPICC | kapan Prinsip Hardship Digunakan

KETENTUAN HARDSHIP MENURUT AHLI

Masih di kutip dari laman hukum online menyebutkan bahwa, Akhmad Budi Cahyono sebagai Ketua Bidang Studi Hukum Perdata FH UI mengatakan, beberapa hak yang menjadi ketentuan hardship haruslah menajdi perhatian sebagaimana yang di jelaskan dalam pasal 6.2.2 UPICC.

 

Setidaknya lima poin penting harus jadi perhatian kami uraikan berikut ini:

  • Adanya peristiwa yang secara mendasar mengubah keseimbangan yanga da dalam kontrak yang sudah di buat
  • Dalam peristiwa yang sudah terjadi atau bahkan baru di ketahui pihak yang mengalami kerugian dalam perjanjian tersebut
  • Persitiwa yang terjadi di luar dari control pihak yang mengalami kerugian
  • Peristiwa tersebut tidak bisa di prediksi secara rasional saat perjanjian di sepakati
  • Adanya risiko tersebut ternyata tidak pernah bisa di duga pihak yang merasa rugi.

 

KESIMPULAN AGUS YUDHA HERNOKO

Melihat berbagai penjelasan di atas, Agus Yudha Hernoko pun memberikan kesimpulan bahwa untuk menentukan ada tidaknya unsur hardship dalam sebuah kasus maka perlu melihat poin berikut:

  • Adanya perubahan keseimbangan kontrak secara fundamental
  • Adanya peningkatan pada biaya pelaksanaan kontrak
  • Karena terjadi penurunan nilai pelaksanaan kontrak yang di dapat salah satu pihak

 

  • KETENTUAN HARDSHIP MENURUT AHLI

SOLUSI JIKA TERJADI HARDSHIP DALAM KONTRAK

Jika sebelumnya di jelaskan tentang kapan prinsip hardship di gunakan, maka melihat berbagai persoalan yang di timbulkan akibat terjadinya hardship dalam sebuah kontrak maka perlua danya solusi. Seperti yang sudah dijelaskan dalam pasal 6.2.3 UPICC sudah memberikan solusi jika terjadi hardship dalam kontrak. Dalam pasal ini di katakan bahwa para pihak yang merasa di rugikan memiliki hak untuk melakukan negosiasi kontrak kepada pihak yang diajak melakukan kerjasama.

 

Caranya? Tentu saja permintaan nego ini haruslah di ajukan dengan menggunakan dasar hukum yang mengatur tentang negosiasi. Hanya saja, negosiasi bukanlah jaminan adanya penghentian kontrak atas pihak yang di rugikan. Terlebih jika dalam negosiasi tidak ada kesepakatan dalam jangka waktu yang di anggap wajar, karena itu pihak-pihak tersebut bisa mengajukan permohonan kepada pengadilan.

  HATI HATI HOAKS BISA KENA HUKUM

 

Menjauh Dari Terjadinya Hardship Dalam Kontrak

Apabila dalam proses pengadilan berhasil di buktikan adanya hardship, maka pengadilan bisa memutuskan untuk mengakhiri kontrak dengan menggunakan tanggal dan waktu yang pasti. Juga, pengadilan bisa memutus melakukan perubahan kontrak dengan mengembalikan keseimbangan.

 

Karena ada akibat hukum yang di timbulkan dengan adanya hardship ini, maka sebenarnya pihak yang di rugikan boleh yang namanya mengajukan permintaan renegosiasi. Hal ini bertujuan agar ada pertukaran hak maupun kewajiban yang di anggap wajar dalam pelaksanaan sebuah kontrak. Terlebih karena ada peristiwa fundamental yang ternyata memberikan pengaruh pada keseimbangan kontrak.

 

SOLUSI JIKA TERJADI HARDSHIP DALAM KONTRAK

ADAKAH HARDSHIP DI INDONESIA?

Ternyata peristiwa hardship maupun aturannya hanya banyak terjadi di luar Indonesia. Lantas bagaimana jika di temukan kasus serupa? Ternyata di Indonesia tidak di temukan aturan khusus yang mengatur hardship ini. Dalam memutus sebuah perkara, hakim hanya melihat ketidakmampuan melaksanakan kontrak karena kesulitan keuangan dapat mengambil ketentuan yang di kenal dalam istilah overmacht.

 

Overmacht yang ada di Indonesia di kenal juga sebagai keadaan memaksa atau di sebut juga force majeure. Dimana penadilan Indonesia mengakui adanya keadaan memaksa sebagai akibat dari force majeure yang memberikan kebebasan kewajiban kepada pihak yanga da dallam perjanjian tersebut.

 

AKIBAT DARI HARDSHIP DALAM KONTRAK

Akibat dai putusan itu, maka tidak ada kewajiban memberikan kompensasi, termasuk biaya dan juga buga. Atu di kenal juga dengan istilah kewajiban untuk memenuhi kewajiban terlepas dari adanya klausa force majeure. Sementara force majeure sendiri di atur dalam KUH Perdata yakni dalam pasal 1244 dan juga pasal 1255. Persoalan melanggar kontrak dalam sebuah perjanjian sering terjadi sehingga perlu pemahaman tentang perbuatan melawan hukum yang bisa di timbulkan. PT Jangkar Global Groups melayani persoalan Anda baik secara pidana maupun perdata, silahkan hubungi kontak yang tersedia.

ADAKAH HARDSHIP DI INDONESIA

Adi